NEWSKATA-Makassar, 14 Agustus 2025 — Lampu bioskop mulai meredup. Hening menyelimuti ruangan, hanya terdengar denting lembut musik pembuka. Satu per satu penonton, yang terdiri dari 45 peserta dari berbagai kalangan—alumni, anggota organisasi kepemudaan, hingga ratusan masyarakat umum—mulai larut dalam alur cerita Lyora: Penantian Buah Hati.
Bertempat di Bioskop XXI Mall Panakukkang, Kota Makassar, acara ini diangkat dari kisah nyata yang begitu menggetarkan hati. Kisah perjuangan Meutya Hafid, kini Menteri Komunikasi dan Digital, bersama suaminya Noer Fajrieansyah, seorang aktivis yang menapaki jalan panjang dari organisasi kemahasiswaan HMI hingga puncak jabatan Ketua DPP KNPI 2018–2021, meraih gelar doktor, dan sukses di karier profesional. Namun di balik sederet prestasi itu, ada kisah pilu yang jarang tersorot publik.
Adegan demi adegan menampilkan pahitnya kehilangan janin dua kali dalam setahun. Tangis tertahan Meutya, tatapan penuh sabar Fajrieansyah, dan doa yang tak pernah putus, menghadirkan gelombang emosi yang sulit dibendung. Beberapa penonton terlihat mengusap mata, larut dalam rasa haru dan empati.
Ketua AMII Sulsel, Aditya Djohar, yang turut hadir, mengaku tersentuh mendalam oleh pesan moral film ini.
“Film ini memang bercerita tentang penantian seorang anak, namun di sisi lain mengajarkan kita sebagai manusia untuk tetap bersyukur atas segala sesuatu yang telah terjadi, apapun keadaannya. Dalam Al-Qur’an, surat Al-Baqarah ayat 286, Allah menegaskan bahwa Dia tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Pesan ini meneguhkan kita bahwa setiap ujian hadir bukan untuk melemahkan, tetapi untuk menguatkan,” ucap Aditya dengan mata berkaca-kaca.
“Saya pribadi sangat mengagumi sosok Noer Fajrieansyah. Bukan hanya cerdas dan sukses secara akademik maupun karier, tapi juga luar biasa sebagai suami yang sabar, penyayang, dan kuat. Figur seperti ini adalah teladan nyata bagi generasi muda,” tambahnya.
Ketua IKA LP3I Makassar, Sardi, S.E., M.M., yang turut memberikan sambutan, menegaskan bahwa kegiatan ini jauh melampaui sekadar hiburan.
“Film ini adalah cermin kehidupan. Ia mengajarkan ketegaran, cinta tulus, komitmen, dan perjuangan yang layak dijadikan pelajaran bagi siapa saja,” ujarnya.
Selepas film berakhir, lampu kembali menyala, namun suasana masih terasa hening. Beberapa peserta saling menatap sambil tersenyum tipis, seakan berkata bahwa mereka memahami satu sama lain tanpa perlu banyak kata. Momen itu kemudian diakhiri dengan diskusi ringan, berbagi refleksi, dan tentu saja, foto bersama yang penuh kehangatan.
Malam itu, Lyora tidak hanya diputar di layar lebar. Ia juga terpatri di hati setiap penonton, meninggalkan pesan bahwa dalam setiap ujian hidup, selalu ada ruang untuk bersyukur, berdoa, dan terus melangkah dengan hati yang kuat.