Ketika Tanah Leluhur Dipertaruhkan: Negeri Adat Tamilouw dan Ancaman Tambang

Negri Tamilou, Kec. Amahai, Kab. Maluku Tengah. P.Seram

Refleksi dari Negeri Tamilouw yang Terancam Tambang

MASOHI – Di antara lembah hijau dan gemuruh ombak di pesisir Pulau Seram, berdiri sebuah negeri adat bernama Tamilouw. Negeri ini bukan sekadar titik di peta ia adalah jiwa yang hidup, napas yang terjaga, warisan yang tumbuh dari akar leluhur. Di sini, setiap pohon punya cerita, setiap sungai punya roh, dan setiap batu adalah saksi janji antara manusia dan alam.

Namun kini, bisikan angin tak lagi membawa kabar panen atau kisah nenek moyang. Ia membawa kecemasan. Ia menyampaikan bahwa tanah ini sedang diincar. Dan yang datang bukan petani atau nelayan melainkan tambang.

Ketika Uang Mendahului Akal

PT. Borneo Pertambangan Semesta Indonesia datang dengan lembaran proposal, grafik keuntungan, dan janji-janji manis: jalan raya baru, sekolah yang lebih baik, pekerjaan untuk anak-anak muda. Janji-janji itu disampaikan dengan kemeja rapi dan bahasa yang membius. Tapi di balik kata “kemajuan”, tersimpan niat mengekstraksi isi perut bumi Tamilouw.

Mereka tidak melihat hutan sebagai rumah, mereka melihatnya sebagai komoditas. Mereka tidak mendengar doa adat, mereka mendengar peluang.

Raja yang Diam, Rakyat yang Tersayat

Yang menyakitkan bukan hanya datangnya tambang. Yang lebih pedih adalah restu dari Raja Negeri Tamilouw sendiri, yang mestinya jadi pelindung tanah warisan ini. Ia memilih duduk di meja negosiasi, mungkin karena godaan investasi, atau karena tekanan yang tak terlihat.

Saniri Negeri, dewan adat yang sejatinya menjadi penengah, justru jadi jembatan perusahaan. Tak sedikit warga mulai bertanya, “Siapa yang benar-benar membela kami?”

Di sudut-sudut negeri, masyarakat yang menolak tambang mulai dibisukan. Tidak dengan kekerasan, tapi dengan pengabaian. Dengan rapat yang tak diundang. Dengan keputusan yang dibuat tanpa suara mereka.

Tamilouw di Tepi Jurang

Kini, Negeri Tamilouw berdiri di tepi jurang sejarahnya sendiri. Di satu sisi, mereka bisa menyerahkan tanah, air, dan langit kepada logika pasar. Di sisi lain, mereka bisa bertahan meski mungkin dengan rasa sakit, dengan tekanan.

Tapi tanah ini bukan milik mesin.
Ia milik leluhur yang dikubur di bawahnya.
Ia milik anak-anak yang belum lahir, yang berhak atas udara bersih dan sungai jernih.
Ia milik kita semua yang masih percaya bahwa kemajuan bukan berarti menghancurkan akar.

“Kami tidak menolak masa depan. Tapi kami ingin masa depan yang tidak membunuh masa lalu.”
— Admin

Di Ujung Kalimat

Tamilouw bukan satu-satunya negeri yang digoda oleh tambang. Tapi ia adalah satu dari sedikit yang masih punya harapan selama masih ada yang berani bersuara, selama masih ada yang mau berdiri menjaga, meski sendiri.

Karena negeri ini bukan untuk dijual.
Dan hutan ini bukan untuk dijarah.
Karena ketika tanah leluhur dikorbankan, bangsa ini kehilangan jiwanya.

#SaveTamilouw
#TolakTambangAdat
#KamiBukanTargetInvestasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like